Biografi Asma Nadia - Novelis & Sastrawan Indonesia
Asma Nadia adalah salah satu sastrawan Indonesia, seorang penulis novel yang produktif dan juga pencipta best-seller di Indonesia. Ia menggemari karya-karya Putu Wijaya, Taufik Ismail, dan penulis Rusia, Anton Chekhov,
Asma lahir Jakarta, 26 Maret 1972, ialah anak kedua dari pasangan Amin Usman dari Aceh dan Maria Eri Susanti seorang mualaf keturunan Tiongkok yang berasal dari Medan. Ia adalah anak kedua dari tiga saudara yang juga merupakan penulis. Helvy Tiana Rosa, dan seorang adik bernama Aeron Tomino.
Sebelum sang ayah, Amin Usman, mencapai puncak karier sebagai pencipta lagu, Asma sekeluarga harus hidup berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah sewa lainnya di Jakarta. Menahan rasa lapar akibat kondisi finansial yang kurang baik juga pernah mereka alami. Meski cuma makan nasi pakai garam, Asma dan saudara-saudaranya tetap menikmati makanannya karena disuapi oleh sang ibu.
Di tengah keterbatasan itu, Asma memperhatikan kebiasaan ibunya dalam memuliakan buku. Tiap malam, sang ibu menulis buku harian. Ia juga mencontohkan kepada anak-anaknya untuk menyampul buku-buku mereka dengan sampul plastik atau kertas minyak. Buku juga jadi pelipur lara saat Asma kecil harus bolak-balik ke rumah sakit untuk perawatan kesehatan.
Sejak kelas 1 SD, Asma didera gegar otak, gangguan paru-paru dan jantung, serta tumor. Sang Ibu sering membelikan buku cerita legenda rakyat agar Asma tidak bosan di rumah sakit
Ia menikah dengan Isa Alamsyah yang juga seorang penulis. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak yang bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra Firdaus. Anak mereka juga menekuni karier sebagai penulis.
Karier
Asma Nadia besekolah di SMA 1 Budi Utomo, Jakarta lalu melanjutkan kuliahnya di Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Namun ia sakit sehingga tidak bisa menjalani kuliah. karena itu, ia lalu menjalani kesehariannya dengan menulis. Hasil-hasil tulisannya kemudian dikirimkan ke beberapa media. cerpennya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong pernah meraih juara pertama Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional yang diadakan majalah Aninda pada tahun 1994 dan 1995.
Selain menulis cerita fiksi, ia juga aktif menulis lirik lagu. Sebagian lirik lagunya terdapat di album Bestari I (1996), Bestari II (1997), dan Bestari III (2003), Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Ilahi, dan Kaca Diri. Ia pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darusalam, bengkel kerja kepenulisan novel yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera). Dari hasil kegiatan kepenulisan Mastera, ia menghasilkan novel yang berjudul Derai Sunyi. Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia juga pernah diundang untuk mengisi acara bengkel kerja kepenulisan yang diadakan ICMI, orsat Kairo.
Kesibukannya selain sebagai penulis fiksi, ia memimpin Forum Lingkar Pena, sebuah forum kepenulisan bagi penulis muda yang anggotanya hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia. Asma juga sering menjadi pemandu acara pada acara yang bernuansa keislaman. Kini, Asma juga aktif dengan pekerjaannya sebagai direktur Yayasan Prakasa Insan Mandiri (Prima). Ia juga sibuk mengadakan berbagai paket kegiatan anak melalui prime kids dan memberi kursus bahasa Inggris.
Karena karya-karyanya, ia pernah mendapat berbagai penghargaan. Selain menulis, Asma sering diminta untuk memberi materi dalam berbagai lokakarya yang berkaitan dengan penulisan dan feminisme, baik di dalam dan di luar negeri. Pada tahun 2009 dalam perjalanannya keliling Eropa setelah mendapatkan undangan writers in residence dari Le Chateau de Lavigny (Agustus - September 2009), ia sempat diundang untuk memberikan seminar dan wawancara kepenulisan di PTRI Jenewa, Masjid Al Falah Berlin (bekerja sama dengan FLP dan KBRI di sana), KBRI Roma, Manchester (dalam acara KIBAR Gathering), dan Newcastle.
Sejak awal tahun 2009, ia merintis penerbitan sendiri dengan nama Asma Nadia Publishing House. Beberapa bukunya yang telah diadaptasi menjadi film adalah Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela dan Assalamualaikum Beijing. Seluruh royalti dari buku Emak Ingin Naik Haji disumbangkannya untuk sosial dan kemanusiaan, khususnya membantu mewujudkan impian kaum Islam untuk menunaikan ibadah haji, tetapi kurang mampu. Ia juga berprofesi sebagai penulis tetap di kolom resonansi Republika setiap Sabtu.
Asma Nadia juga meraih Anugerah Adikarya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dalam bidang Pengarang Fiksi Remaja Terbaik tahun 2001, 2002, dan 2005
Ia pernah menjadi satu dari 35 penulis dari 31 negara yang diundang untuk menjadi penulis tamu dalam Iowa International Writing Program, di sana ia sempat berbagi tentang Indonesia dan proses kreatifnya dalam menulis dengan pelajar dan mahasiswa serta kaum tua di Amerika Serikat. Selain memenuhi undangan membaca cerpen yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, karyanya terpilih untuk ditampilkan dalam adaptasi ke pentas teater di Iowa, selain berkolaborasi dengan aktor tunarungu Amerika Serikat dalam pementasan di State Department, Washington D.C.
baca juga : Biografi Sastrawan Indonesia Andrea Hirata
Asma Nadia juga mendirikan perpustakaan gratis untuk kaum duafa bernama Rumah Baca Asma Nadia. Hingga saat ini, sudah berdiri 184 perpustakaan yang tersebar di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Irian Jaya, dan Hong Kong.
Asma Nadia menulis setiap hari. baginya, menulis merupakan ibadah. Menulis bisa memberi inspirasi kepada orang lain. Menulis dapat memberikan nilai-nilai edukasi tentang kebaikan dan kebenaran dalam berbagai hal. Orang yang membaca karyanya bisa mendapat pencerahan. Menulis akan menjadi ladang amal meskipun ajal menjemput. Biasanya, sebelum menulis, ia terbiasa mengambil wudu terlebih dahulu. Sebagai penulis, Asma Nadia setidaknya sudah menghasilkan 50 buku, enam film layar lebar, dan tiga serial televisi. Ia konsisten ‘merekam’ dan menyuarakan ketidakadilan terhadap wanita.
Ia menggemari seni fotografi, dan telah menjelajah 59 negara dan 270 kota di dunia. Melalui Yayasan Asma Nadia, ia merintis Rumah Baca Asma Nadia yang tersebar di seluruh Indonesia, rumah baca sederhana yang beberapa di antaranya memiliki sekolah dan kelas komputer serta tempat tinggal bagi anak yatim secara gratis untuk membaca dan beraktivitas bagi anak-anak dan remaja yang kurang mampu. Saat ini, ada 140 perpustakaan yang dikelola bersama relawan untuk kaum yang kurang beruntung dan tidak mampu
dari berbagai sumber
Asma lahir Jakarta, 26 Maret 1972, ialah anak kedua dari pasangan Amin Usman dari Aceh dan Maria Eri Susanti seorang mualaf keturunan Tiongkok yang berasal dari Medan. Ia adalah anak kedua dari tiga saudara yang juga merupakan penulis. Helvy Tiana Rosa, dan seorang adik bernama Aeron Tomino.
Sebelum sang ayah, Amin Usman, mencapai puncak karier sebagai pencipta lagu, Asma sekeluarga harus hidup berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah sewa lainnya di Jakarta. Menahan rasa lapar akibat kondisi finansial yang kurang baik juga pernah mereka alami. Meski cuma makan nasi pakai garam, Asma dan saudara-saudaranya tetap menikmati makanannya karena disuapi oleh sang ibu.
Di tengah keterbatasan itu, Asma memperhatikan kebiasaan ibunya dalam memuliakan buku. Tiap malam, sang ibu menulis buku harian. Ia juga mencontohkan kepada anak-anaknya untuk menyampul buku-buku mereka dengan sampul plastik atau kertas minyak. Buku juga jadi pelipur lara saat Asma kecil harus bolak-balik ke rumah sakit untuk perawatan kesehatan.
Sejak kelas 1 SD, Asma didera gegar otak, gangguan paru-paru dan jantung, serta tumor. Sang Ibu sering membelikan buku cerita legenda rakyat agar Asma tidak bosan di rumah sakit
Ia menikah dengan Isa Alamsyah yang juga seorang penulis. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak yang bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra Firdaus. Anak mereka juga menekuni karier sebagai penulis.
Karier
Asma Nadia besekolah di SMA 1 Budi Utomo, Jakarta lalu melanjutkan kuliahnya di Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Namun ia sakit sehingga tidak bisa menjalani kuliah. karena itu, ia lalu menjalani kesehariannya dengan menulis. Hasil-hasil tulisannya kemudian dikirimkan ke beberapa media. cerpennya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong pernah meraih juara pertama Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional yang diadakan majalah Aninda pada tahun 1994 dan 1995.
Selain menulis cerita fiksi, ia juga aktif menulis lirik lagu. Sebagian lirik lagunya terdapat di album Bestari I (1996), Bestari II (1997), dan Bestari III (2003), Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Ilahi, dan Kaca Diri. Ia pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darusalam, bengkel kerja kepenulisan novel yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera). Dari hasil kegiatan kepenulisan Mastera, ia menghasilkan novel yang berjudul Derai Sunyi. Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia juga pernah diundang untuk mengisi acara bengkel kerja kepenulisan yang diadakan ICMI, orsat Kairo.
Kesibukannya selain sebagai penulis fiksi, ia memimpin Forum Lingkar Pena, sebuah forum kepenulisan bagi penulis muda yang anggotanya hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia. Asma juga sering menjadi pemandu acara pada acara yang bernuansa keislaman. Kini, Asma juga aktif dengan pekerjaannya sebagai direktur Yayasan Prakasa Insan Mandiri (Prima). Ia juga sibuk mengadakan berbagai paket kegiatan anak melalui prime kids dan memberi kursus bahasa Inggris.
Karena karya-karyanya, ia pernah mendapat berbagai penghargaan. Selain menulis, Asma sering diminta untuk memberi materi dalam berbagai lokakarya yang berkaitan dengan penulisan dan feminisme, baik di dalam dan di luar negeri. Pada tahun 2009 dalam perjalanannya keliling Eropa setelah mendapatkan undangan writers in residence dari Le Chateau de Lavigny (Agustus - September 2009), ia sempat diundang untuk memberikan seminar dan wawancara kepenulisan di PTRI Jenewa, Masjid Al Falah Berlin (bekerja sama dengan FLP dan KBRI di sana), KBRI Roma, Manchester (dalam acara KIBAR Gathering), dan Newcastle.
Sejak awal tahun 2009, ia merintis penerbitan sendiri dengan nama Asma Nadia Publishing House. Beberapa bukunya yang telah diadaptasi menjadi film adalah Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela dan Assalamualaikum Beijing. Seluruh royalti dari buku Emak Ingin Naik Haji disumbangkannya untuk sosial dan kemanusiaan, khususnya membantu mewujudkan impian kaum Islam untuk menunaikan ibadah haji, tetapi kurang mampu. Ia juga berprofesi sebagai penulis tetap di kolom resonansi Republika setiap Sabtu.
Asma Nadia juga meraih Anugerah Adikarya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dalam bidang Pengarang Fiksi Remaja Terbaik tahun 2001, 2002, dan 2005
Ia pernah menjadi satu dari 35 penulis dari 31 negara yang diundang untuk menjadi penulis tamu dalam Iowa International Writing Program, di sana ia sempat berbagi tentang Indonesia dan proses kreatifnya dalam menulis dengan pelajar dan mahasiswa serta kaum tua di Amerika Serikat. Selain memenuhi undangan membaca cerpen yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, karyanya terpilih untuk ditampilkan dalam adaptasi ke pentas teater di Iowa, selain berkolaborasi dengan aktor tunarungu Amerika Serikat dalam pementasan di State Department, Washington D.C.
baca juga : Biografi Sastrawan Indonesia Andrea Hirata
Asma Nadia juga mendirikan perpustakaan gratis untuk kaum duafa bernama Rumah Baca Asma Nadia. Hingga saat ini, sudah berdiri 184 perpustakaan yang tersebar di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Irian Jaya, dan Hong Kong.
Asma Nadia menulis setiap hari. baginya, menulis merupakan ibadah. Menulis bisa memberi inspirasi kepada orang lain. Menulis dapat memberikan nilai-nilai edukasi tentang kebaikan dan kebenaran dalam berbagai hal. Orang yang membaca karyanya bisa mendapat pencerahan. Menulis akan menjadi ladang amal meskipun ajal menjemput. Biasanya, sebelum menulis, ia terbiasa mengambil wudu terlebih dahulu. Sebagai penulis, Asma Nadia setidaknya sudah menghasilkan 50 buku, enam film layar lebar, dan tiga serial televisi. Ia konsisten ‘merekam’ dan menyuarakan ketidakadilan terhadap wanita.
Ia menggemari seni fotografi, dan telah menjelajah 59 negara dan 270 kota di dunia. Melalui Yayasan Asma Nadia, ia merintis Rumah Baca Asma Nadia yang tersebar di seluruh Indonesia, rumah baca sederhana yang beberapa di antaranya memiliki sekolah dan kelas komputer serta tempat tinggal bagi anak yatim secara gratis untuk membaca dan beraktivitas bagi anak-anak dan remaja yang kurang mampu. Saat ini, ada 140 perpustakaan yang dikelola bersama relawan untuk kaum yang kurang beruntung dan tidak mampu
dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment