Biografi Taufik Ismail - Sastrawan Indonesia
Salah satu tokoh sastrawan indonesia yang masih hidup hingga sekarang adalah Taufik Ismail. Beliau adalah sastrawan kelahiran Bukittinggi, penyair Angkatan '66, yang syair-syairnya mendapat berbagai macam penghargaan.
Beliau dibesarkan di Pekalongan. Lahir tanggal 25 Juni 1935, beliau tumbuh dengan keluarga yang rata-rata berprofesi sebagai guru dan wartawan. Pengaruh kuat dari sekeliling itulah yang membuat Taufik juga mengikuti jejak menjadi guru, bahkan profesi wartawan pun pernah dikerjakannya.
Pendidikan
Masa-masa sekolah beliau dihabiskan di beberapa tempat. SD di Solo, Semarang dan Yogyakarta. Sementara SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Beliau suka membaca sehingga memang bercita-cita menjadi sastrawan semenjak muda. Namun dalam perkembangan, beliau memilih menjadi dokter hewan, sehingga memilih kuliah di FKHP-UI. Beliau lulus tahun 1963 namun gagal membuat usaha peternakan yang rencananya dibuka di satu pulai di Selat Malaka.
Selain kuliah di UI, beliau juga sempat mengenyam pendidikan di American Field Service International School, International Writing Program di University of Iowa, dan di Faculty of Languange and Literature, Mesir.
Sastrawan Indonesia
Jejak sastra beliau dimulai sejak SMA dengan sajak pertama yang berhasil dimuat di majalah Mimbar Indonesia dan Kisah. Sampai saat ini, Taufiq telah menghasilkan puluhan sajak dan puisi, serta beberapa karya terjemahan. Karya-karya Taufiq pun telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, misalnya Arab, Inggris, Jepang, Jerman, dan Perancis.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali. Ia bahkan sempat menulis puisi ketika kasus video Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari beredar. Dibidang musik, Taufik juga mahir menciptakan lagu. Ia bersama Bimbo, Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap menjalin kerjasama di bidang musik tahun 1974.
Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia sempat batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Hal itu menyebabkan Taufiq dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964. Namun bagaimanapun, kenyataan tersebut tidak membuatnya putus asa dan berhenti berkarya.
Beberapa buku kumpulan puisi karya Taufik Ismail di antaranya adalah Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih luas.
Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.). Di deretan jejak langkah Taufiq yang panjang tersebut, penyair dan kritikus sastra Indonesia Saut Situmorang memberitakan dalam media sastra yang diempunya bersama Katrin Bandel, Boemipoetra, bahwa Taufiq melakukan aksi plagiarisme atas karya penyair Amerika bernama Douglas Malloch (1877 – 1938) berjudul Be the Best of Whatever You Are.
Atas karya-karyanya itu, Taufik Ismail sudah dianugerahi beberapa penghargaan seperti t Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).
Baca juga biografi sastrawan Indonesia lainnya : Biografi W. S Rendra
Kritik Lagu Padamu Negeri
Saat menghadiri acara silaturahmi Iluni Bangkit untuk Keadilan di Taman Lingkar Universitas Indonesia, Jumat, 27 Januari 2017, beliau mengkritik lagu wajib nasional "Padamu Negeri (Bagimu Negeri)". Dia menyebut lagu ciptaan Kusbini tersebut menyesatkan.
Secara umum beliau mengapresiasi isi lirik lagu tersebut. Namun, beliau menilai dua baris terakhir, yakni "bagimu negeri jiwa raga kami" sangat bermasalah.
"Jiwa raga ini diberi karunia oleh Allah SWT, yang Maha Pencipta, dan jiwa ini kembali kepada Allah SWT, tidak pada yang lain," kata Taufik.
Lirik "Padamu Negeri" terdengar patriotik. Namun dia menyebut lirik tersebut sesat.
"Salah sekali (lirik yang itu), istilah ini musyrik," ucap Taufik.
Kasus Penodaan Agama Islam
Taufik Ismail juga turut dalam mengawal sidang ketujuh kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Penyair ini membacakan puisi di mimbar bebas unjuk rasa anti Ahok di luar sidang gubernur Jakarta itudengan mengenakan jas Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia), membacakan puisi dan berpidato. Ia menuding, sedang ada gerakan menyudutkan ulama sebagaimana terjadi tahun 1965.
Beliau dibesarkan di Pekalongan. Lahir tanggal 25 Juni 1935, beliau tumbuh dengan keluarga yang rata-rata berprofesi sebagai guru dan wartawan. Pengaruh kuat dari sekeliling itulah yang membuat Taufik juga mengikuti jejak menjadi guru, bahkan profesi wartawan pun pernah dikerjakannya.
Pendidikan
Masa-masa sekolah beliau dihabiskan di beberapa tempat. SD di Solo, Semarang dan Yogyakarta. Sementara SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Beliau suka membaca sehingga memang bercita-cita menjadi sastrawan semenjak muda. Namun dalam perkembangan, beliau memilih menjadi dokter hewan, sehingga memilih kuliah di FKHP-UI. Beliau lulus tahun 1963 namun gagal membuat usaha peternakan yang rencananya dibuka di satu pulai di Selat Malaka.
Selain kuliah di UI, beliau juga sempat mengenyam pendidikan di American Field Service International School, International Writing Program di University of Iowa, dan di Faculty of Languange and Literature, Mesir.
Sastrawan Indonesia
Jejak sastra beliau dimulai sejak SMA dengan sajak pertama yang berhasil dimuat di majalah Mimbar Indonesia dan Kisah. Sampai saat ini, Taufiq telah menghasilkan puluhan sajak dan puisi, serta beberapa karya terjemahan. Karya-karya Taufiq pun telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, misalnya Arab, Inggris, Jepang, Jerman, dan Perancis.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali. Ia bahkan sempat menulis puisi ketika kasus video Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari beredar. Dibidang musik, Taufik juga mahir menciptakan lagu. Ia bersama Bimbo, Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap menjalin kerjasama di bidang musik tahun 1974.
Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia sempat batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Hal itu menyebabkan Taufiq dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964. Namun bagaimanapun, kenyataan tersebut tidak membuatnya putus asa dan berhenti berkarya.
Beberapa buku kumpulan puisi karya Taufik Ismail di antaranya adalah Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih luas.
Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.). Di deretan jejak langkah Taufiq yang panjang tersebut, penyair dan kritikus sastra Indonesia Saut Situmorang memberitakan dalam media sastra yang diempunya bersama Katrin Bandel, Boemipoetra, bahwa Taufiq melakukan aksi plagiarisme atas karya penyair Amerika bernama Douglas Malloch (1877 – 1938) berjudul Be the Best of Whatever You Are.
Atas karya-karyanya itu, Taufik Ismail sudah dianugerahi beberapa penghargaan seperti t Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).
Baca juga biografi sastrawan Indonesia lainnya : Biografi W. S Rendra
Kritik Lagu Padamu Negeri
Saat menghadiri acara silaturahmi Iluni Bangkit untuk Keadilan di Taman Lingkar Universitas Indonesia, Jumat, 27 Januari 2017, beliau mengkritik lagu wajib nasional "Padamu Negeri (Bagimu Negeri)". Dia menyebut lagu ciptaan Kusbini tersebut menyesatkan.
Secara umum beliau mengapresiasi isi lirik lagu tersebut. Namun, beliau menilai dua baris terakhir, yakni "bagimu negeri jiwa raga kami" sangat bermasalah.
"Jiwa raga ini diberi karunia oleh Allah SWT, yang Maha Pencipta, dan jiwa ini kembali kepada Allah SWT, tidak pada yang lain," kata Taufik.
Lirik "Padamu Negeri" terdengar patriotik. Namun dia menyebut lirik tersebut sesat.
"Salah sekali (lirik yang itu), istilah ini musyrik," ucap Taufik.
Kasus Penodaan Agama Islam
Taufik Ismail juga turut dalam mengawal sidang ketujuh kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Penyair ini membacakan puisi di mimbar bebas unjuk rasa anti Ahok di luar sidang gubernur Jakarta itudengan mengenakan jas Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia), membacakan puisi dan berpidato. Ia menuding, sedang ada gerakan menyudutkan ulama sebagaimana terjadi tahun 1965.
No comments:
Post a Comment